PERAN ENZIM DALAM INDUSTRI PAKAN TERNAK
Pengertian
Enzim dan cara Kerjanya
Enzim terdapat secara alami pada semua organisme hidup
dan berperan sebagai katalisator dalam reaksi kimia. Istilah enzim mulai
diperkenalkan pertama kali tahun 1878 oleh Kuhne yang mengisolasi senyawa enzim
dari ragi sedangkan konsep kerja enzim dikembangkan oleh Emil Fischer di tahun
1894 yang mempopulerkan istilah “gembok dan kunci” untuk menjelaskan interaksi
substrat enzim.
Saat ini lebih dari 3000 enzim telah
diidentifikasi. Seperti halnya protein, enzim juga tersusun dari rantai
asam amino. Enzim ini akan mempercepat reaksi kimia dengan cara menempel
pada substrat dan keseluruhan proses reaksi akan stabil dan menghasilkan
kompleks enzim substrat. Dengan bantuan enzim ini, energi yang digunakan
untuk menggerakan proses reaksi kimia menjadi lebih kecil. Enzim akan
bekerja pada kondisi lingkungan yang tidak mengubah struktur aslinya yaitu yang
paling baik pada suhu dan pH menengah.
Alasan utama penggunaan enzim dalam industri makanan
ternak adalah untuk memeperbaiki nilai nutrisinya. Semua binatang menggunakan
enzim dalam mencerna makanannya, dimana enzim tersebut dihasilkan baik oleh
biantang itu sendiri maupun oleh mikroorganisme yang ada pada alat
pencernaannya. Namun demikian proses pencernaan tidak mencapai 100 % dari
bahan makanan yang dicerna, karena itu perlu ada suplemen enzim pada pakan
untuk meningkatkan efisiensi pencernaannya.
Di dalam sistem produksi peternakan, pakan ternak
menempati komponen biaya yang paling besar karena itu keuntungan peternakan
akan tergantung dari biaya reltif dan biaya nilai nutrisi pada makanan.
Ada empat alasan utama untuk menggunakan enzim dalam industri pakan ternak
(Bedford dan Partridge, 2001) yaitu:
Untuk memecah faktor anti-nutrisi yang terdapat di dalam
campuran makanan. Kebanyakan dari snyawa tersebut tidak mudah dicerna
oleh enzim endogeneous di dalam ternak, dapat mengganggu pencernaan normal.
Untuk meningkatkan ketersediaan pati, protein dan garam
mineral yang terdapat pada dinding sel yang kaya serat, karena itu tidak mudah
dicerna oleh enzim pencernaan sendiri atau terikat dalam ikatan kimia sehingga
ternak tidak mampu mencerna (contoh: pospor dalam asam pitat)
Untuk merombak ikatan kimia khusus dalam bahan mentah
yang biasanya tidak dapat dirombak oleh enzim ternak itu sendiri.
Sebagai suplemen enzim yang diproduksi oleh ternak muda
yang mana sistem pencernaannya belum sempurna sehingga enzim endogeneous
kemungkinan belum mencukupi.
Proses Pencernaan Hewan Ternak
Pencernaan adalah proses lanjutan dari pengambilan pakan
(feed intake) oleh makhluk hidup sebagai persiapan untuk proses
penyerapan nutrien yang akan dimanfaatkan lebih lanjut oleh sel tubuh.
Dalam proses pencernaan terjadi perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan
makanan selama di dalam alat pencernaannya.
Proses pencernaan
pada hewan pada dasarnya dibagi menjadi dua yaitu pencernaan hidrolitik atau
enzimatis dan pencernaan fermentatif.
Pencernaan hidrolitik atau enzimatis: pencernaan
yang dilakukan oleh enzim-enzim pencernaan. Pada pencernaan hidrolitik ini
polimer dipecah menjadi monomer, misalnya karbohidrat dipecah menjadi glukosa,
atau protein dipecah menjadi asam amino.
Pencernaan fermentatif: Proses pencernaan yang dilakukan atas
bantuan mikroba. Pada proses pencernaan fermentatif zat makanan dirombak
menjadi senyawa lain yang berbeda sifat kimianya sebagai zat intermediate.
Proses pencernaan pada hewan berbeda satu dengan yang
lainnya dan sangat berhubungan dengan alat pencernaan yang dipunyai oleh hewan
tersebut. Perbedaan alat pencernaan hewan dapat dibedakan menjadi :
Pencernaan : Karnivora: kelompok hewan pemakan daging
(makanan asal hewan), mempunyai gigi taring untuk mencabik makanannya, perutnya
tunggal (monogastrik) dan sederhana
Herbivora : kelompok hewan pemakan tumbuhan. Alat pencernaan
herbivora lebih panjang dan lebih kompleks serta telah mengalami modifikasi
yang memungkinkan herbivora dapat menggunakan serat (selulosa dan polisakarida
lain seperti hemiselulosa) dalam jumlah reletif banyak
Omnivora: kelompok hewan yang memiliki berperut tunggal. Alat
pencernaannya relatif lebih panjang, lebih kompleks dan cecum-colonnya (usus
besar) lebih berkembang karena sebagian pakannya adalah nabati yang
mengandung serat.
Monogastrik: hewan berperut tunggal dan sederhana. Alat
pencernaannya terdiri dari mulut, esophagus, perut, usus halus, usus besar dan
rektum. Sistem pencernaannya disebut simple monogastric system.
Poligastrik: hewan berperut ganda (kompleks) seperti ruminansia
sejati (hewan yang mempunyai rumen) yaitu sapi kerbau, kambing, domba, rusa,
anoa, antelope dan pseudo-ruminant (onta, llama). Sistem pencernaannya disebut pollygastric
system.
Proses pencernaan makanan pada ternak ruminansia relatif
lebih kompleks dibandingkan proses pencernaan pada jenis ternak lainnya. Perut
ternak ruminansia dibagi menjadi 4 bagian, yaitu retikulum (perutjala), rumen
(perut beludru), omasum (perut bulu), dan abomasum (perut sejati). Dalam studi
fisiologi ternak ruminasia, rumen dan retikulum sering dipandang sebagai organ
tunggal dengan sebutan retikulorumen. Omasum disebut sebagaiperut buku karena
tersusun dari lipatan sebanyak sekitar 100 lembar. Fungsi omasum belum
terungkap dengan jelas, tetapi pada organ tersebut terjadi penyerapan air, amonia,
asam lemak terbang dan elektrolit. Pada organ ini dilaporkan juga menghasilkan
amonia dan mungkin asam lemak terbang (Frances dan Siddon, 1993).
Termasuk organ pencernaan bagian belakang lambung adalah
sekum, kolon dan rektum. Pada pencernaan bagian belakangtersebut juga terjadi
aktivitas fermentasi.
Proses pencernaan pada ternak ruminansia dapat terjadi
secara mekanis di mulut, fermentatif oleh mikroba rumen dan secarahidrolis oleh
enzim-enzim pencernaan.
Pada sistem pencernaan ternak ruminasia terdapat suatu
proses yang disebut memamah biak (ruminasi). Pakan berserat (hijauan) yang
dimakanditahan untuk sementara di dalam rumen. Pada saat hewan beristirahat,
pakan yang telah berada dalam rumen dikembalikan ke mulut (proses regurgitasi),
untuk dikunyah kembali (proses remastikasi), kemudian pakan ditelan kembali
(proses redeglutasi). Selanjutnya pakan tersebut dicerna lagi oleh enzim-enzim
mikroba rumen. Kontraksi retikulorumen yang terkoordinasi dalam rangkaianproses
tersebut bermanfaat pula untuk pengadukan digesta inokulasi danpenyerapan
nutrien. Selain itu kontraksi retikulorumen juga bermanfaat untukpergerakan
digesta meninggalkan retikulorumen melalui retikulo-omasal
orifice (Tilman et al. 1982).
PENGGUNAAN
ENZIM DALAM PAKAN TERNAK
Penggunaan enzim dalam pakan ternak telah lama
dipraktikkan. Informasi tersebut bisa diperoleh dengan memahami biokimia
nutrisi. Sayang sekali, Anda tidak memberikan informasi bahan pakan yang
digunakan serta tujuan menggunakan enzim. Informasi ini sangat penting sebagai
pertimbangan dalam memilih enzim yang tepat.
Tujuan pemberian enzim sangat beragam. Antara lain
untuk meningkatkan produsi ternak (pertambahan bobot badan dan produksi telur),
meningkatkan efisiensi ekonomis dan produksi, mengurangi limbah kotoran ternak,
menghindari produksi kotoran yang terlalu basah,sekaligus meningkatkan status
kesehatan ternak.
Apapun tujuan Anda, yang harus diperhatikan adalah
memahami kandungan nutrisi bahan pakan yang digunakan. Setiap bahan pakan
memiliki kandungan nutrisi yang berbeda. Ada tiga hal yang harus diingat.
Pertama, sebagai nutrisi pakan baik sumber protein
maupun sumber energitersimpan dalam dinding sel baik cellulose maupun
hemicellulosa yang tidak tercerna oleh unggas. Kedua, dalam pakan biasanya
terdapat komponen yang menyebabkan pakan dalam saluran pencernaan menjadi
kental seperti lem (viscous). Kondisi ini bisa menghambat kecernaan dan
penyerapan pakan untuk pertumbuhan. Beberapa komponen bahan pakan yang
menyebabkan pakan menjadi kental seperti lem adalah beta glukan dan pentosan
seperti pada dedak padi.
Ketiga, sebagian besar bahan pakan nabati
mengandung anti nutrisi sepeti asam pitat ini mengikat protein, pati,dan
beberapa mineral. Karena itu keberadaannya dalam pakan dapat menghambat
kecernaan protein, pati dan beberapa mineral.
Saran kami sebaiknya Andamenggunakan produk multi
enzim. Semakin banyak kandungan enzim dalam produk akan semakin luas
kemampuannya meningkatkan kualitas pakan dari berbagai bahan pakan. Minimal,
untuk mendapatkan enzim yang tepat, Andaharusmencari produk yang mengandung
paling sedikit empat jenis enzim untuk mengatasi tiga persoalan diatas, yakni
menghancurkan dinding sel dengan enzim cellulose, menurunkan viskositas dengan
enzim pentosanase dan beta glukanase,dan menghancurkan anti nutrisi asam pitat
dengan enzim phytase. Keempatjenis enzim tersebut harus ada dalam satu produk.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah aktivitas
dan stabilitas enzim selama penyimpanan. Ini penting agar aktifitas enzim tidak
rusak saat penyimpanan baik sebelum maupun setelah dicampur dengan bahan pakan
lain. Andabisa melacak produk-produk enzim hasil penelitian dari internet.
Informasi ini penting untuk melihat konsistensi khasiat sebuah produk enzim.
Alltech memiliki produk multi enzim dengan merek
dagang Allzyme SSF. Produk ini tidak hanya mengandung empat jenis enzim
tersebut di atas terapi juga mengandung enzim lain seperti (amylase,
protease,dan pectinase). Enzim-enzim yang terdapat dalam produk Allzyme SSF
(cellulose, pentosanase, beta glukanase, pectinase,dan pytase) dapat berfungsi
meningkatkan kecernaan pakan, mengurangi kemampuan pakan mengikat air sehingga
feces yang diproduksi tidak terlalu basah dan menigkatkan kesehatan ternak.
Sementara enzim amylase dan protease akan membantu
enzim pencernaan menghancurkan protein dan pati yang merupakan komponen
terbesar dalam ransum. Manfaat Allzyme SSF dapat meningkatkan produksi dan
efisiensi ekonomis. Bapak dapat menambahkan Allzyme SSF sebanyak 150 gram/ton
pakan. Penambahan Allzyme SSF dalam pakan ayam bisa memberikan manfaat maksimal
mulai dari aspek produksi, ekonomis, lingkungan dan kesehatan ternak.
PERANAN
CENDAWAN DALAM PENINGKATAN PRODUKSI SUSU
Produksi dan
kualitas susu sapi perah sangat ditentukan oleh kondisi fisiologis sapi, bobot
badan, kualitas pakan. kondisi fisiologis sapi perah seperti periode beranak
atau berumur dan bulan laktasi sangat berpengaruh pada fluktuasi produksi dan
kualitas susu. bobot badan awal akan menentukan tingkat konsumsi pakan sapi
perah, sedangkan kualitas pakan berpengaruh pada jumlah nutrien yang dapat
dicerna akan diserap oleh tubuh. jadi bobot badan dan kualitas pakan akan
menentukan jumlah nutrien yang tersedia sebagai bahan baku sintesis susu
(Muktiani, 2004). protein, lemak dan laktosa adalah tiga nutrisi utama yang
terdapat dalam air susu. protein dan laktosa kadarnya dipertahankan tetap di
dalam susu, sedangkan lemak kadarnya berubah tergantung pasokan bahan baku
sintesis lemak susu.
Sapi-sapi
yang mendapatkan asupan probiotik yang mengandung Saccharomyses cerevisiae dan
Bacillus spp terjadi peningkatan produksi susu sebesar 16,32%-17,29% pada
kelompok ternak yang diberi asupan probiotik sebesar 15 gr, dan peningkatan
sebesar 17,82%-19,76% pada kelompok ternak yang mendapatkan asupan probiotik
sebesar 30 gr (Supriyati, 2010). Hal ini sejalan dengan yang dilaporkan oleh
Widiawati dan Winugroho (2007) bahwa penambahan probiotik yang
terdiri dari Bioplus, S. cerevisiae dan Candida utilis pada pakan dapat
meningkatkan produksi susu sapi perah sebesar 13%. Supriyati et al.
(2007) melaporkan bahwa pemberian onggok yang difermentasi dengan
Aspergillus niger dapat meningkatkan produksi susu sapi perah sebesar 3,
91 l/h dibanding kontrol (14.47 vs 10.56 l/h) di tingkat lapang probiotik
Aspergillus niger. Demikian pula Elghani (2007) pemberian 3 g ataupun 6 g
S. Cerevisiae pada pakan sapi perah yang berupa alfalfa dan jerami gandum
dapat meningkatkan produksi susuu. Pada kambing perah Saanen pemberian S.
Cerevisiae sebesar 0,2 g yang setara dengan 4 x 109 CFU per harinya dapat
meningkatkan produksi susu sebesar 14,4%.
Pengaruh
suplementasi probiotik (s. cerevisiae dan a. oryzae) bermineral terhadap
kualitas susu. pada penelitian tersebut dilaporkan kadar lemak dan
laktosa tertinggi dicapai oleh perlakuan penambahan probiotik bermineral Zn+Cr.
Subiyatno et al. (1996), menyatakan bahwa Cr mampu meningkatkan konsentrasi
IGF-1 yang berperan membantu meningkatkan uptake glukosa oleh sel kelenjar
ambing. Seperti telah diketahui pada sintesis lemak susu pada ternak ruminansia
ketersediaan glukosa tidak kalah penting dibandingkan ketersediaan asam lemak
sebagai bahan baku sintesis susu. Glukosa juga merupakan sumber α-gliserol bagi
sintesis lemak susu. selain itu melalui siklus pentosa fosfat glukosa
dibutuhkan untuk mereduksi NADP+ sehingga menghasilkan NADPH (Collier, 1985).
Telah dikemukan sebelumnya bahwa setiap pemanjangan 2 rantai C pada sintesis
asam lemak dibutuhkan q molekul NADPH. berdasarkan hal tersebut diatas dapatlah
dimengerti bahwa kadar lemak susu akan meningkat dengan meningkatnya pasokan
glukosa ke dalam sel kelenjar ambing.
Salah satu
enzim yang bisa dihasilkan dari proses fermentasi cendawan adalah enzim lipase.
Lipase merupakan kelompok enzim yang secara umum berfungsi dalam 1 hidrolisis
lemak, mono-, di-, dan trigliserida untuk menghas ilkan asam lemak bebas dan
gliserol (Falony, et al., 2006). Enzim ini juga digunakan dalam hidrolisis
triasilgliserol (TAG) menghasilkan diasilgliserol (DAG) dan asam lemak bebas
(Putanto, et al., 2006). Kapang Aspergillus niger merupakan salah satu sumber
penghasil enzim lipase. Aspergillus niger merupakan mikroba jenis
kapang yang dapat tumbuh cepat dan tidak membahayakan karena tid ak
menghasilkan mikotoksin. Selain itu, penggunaannya mudah karena banyak
digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat da n
beberapa enzim seperti amilase, pektinase, amilo-glukosidase dan selulase.
Enzim lipase juga dihasilkan melalui dinding lambung yang bersifat sangat asam.
Enzim ini dikeluarkan bersama dengan pepsin dan renin. Enzim pencernaan manusia
ini berfungsi dalam proses metabolisme, yaitu memecah lemak menjadi asam lemak
dan gliserol. Sehingga dengan adanya bantuan dari beberapa cendawan yang dapat
menghasilkan enzim lipase ini maka akan lebih banyak lipid yang dapat dipecah
menjadi asam-asam lemak, sehingga dapat juga meningkatkan kadar lemak di dalam
susu. Banyak studi yang melaporkan bahwa kultur ragi dapat meningkatk an proses
pencernaan dalam rumen atau dalam seluruh saluran pencernaan. Peningkatan
ini berhubungan langsung dengan adanya stimulasi pertumbuhan dan aktivitas
mikroba dalam rumen. Dilaporkan bahwa kecepatan awal dalam mencerna serat
menjadi lebih cepat atau timelag untuk mencerna serat berkurang sampai 30%
(Dawson, 1994). Williams et al. (1991) melaporkan bahwa pada 24 jam pertama
inkubasi in sacco dalam rumen sapi, lebih banyak serat dicerna (naik rata-rata
13%) dengan penambahan kultur ragi dibanding kontrol. Strain ragi
tertentu dapat pula meningkat dan mempengaruhi kecepatan awal
pencernaan serat. Walapun begitu total pencernaan serat seringkali tidak
berbeda nyata antara penambahan kultur ragi dengan kontrol (Surhayadi et al.,
1996; Wallace, 1996). Tidak semua studi memberikan hasil yang positif terhadap
peningkatan serat. Dengan membandingkan berbagai jenis bahan pakan yang sering
dipakai di luar negeri, terlihat bahwa silase jagung memberikan respon yang
paling besar. Kecernaan bahan kering silase jagung meningkat dari 33% menjadi
42% dengan penambahan kultur ragi. Dalam studi ini silase jagung
mempunyai kecernaan bahan kering yang paling rendah di bandingkan dengan bahan
lain yang diuji (Dawson, 1994). Studi ini sebenarnya sangat menarik mengingat
di Indonesia pakan yang diberikan lebih banyak mengandung serat dengan
kecernaan yang tidak terlalu tinggi. Studi ini perlu dikembangkan dengan
uji pemberian pakan
secara langsung kepada ternak dengan waktu
yang lama.
Perubahan dalam rumen
Peningkatan respon produksi karena penam bahan
kultur ragi yang dilaporkan banyak dihubungkan dengan pengaruh ragi pada
mikroorganisme di dalam saluran pencernaan terutama pengaruhnya pada
mikroorganisme rumen. Penambahan kultur ragi dapat memacu/menstimulasi pertumbuhan
bakteri anaerob rumen lebih cepat sehingga populasi bakteri terutama bakteri
selulolitik dan bakteri asam laktat meningkat. Dawson et al. (1990) mendapatkan
peningkatan total bakteri sampai 10 kali lipat pada sapi yang diberi kultur
ragi di bandingkan kontrol. Peningkatan yang lebih besar terjadi pada
fermentasi secara in vitro dan peningkatan bakteri selulolitik lebih besar dari
total populasi. Peningkatan populasi bakteri ini ternyata di pengaruhi oleh
strain ragi dan jenis pakan. Peni ngkatan populasi bakteri tertentu akan
merubah komposisi bakteri dan kondisi fermentasi rumen. Meningkatnya populasi
bakteri selulolitik akan meningkatkan aktivitas selulolitik dan waktu yang
dibutuhkan untuk mulai mencerna serat berkurang 30% dengan adanya ragi. Bila populasi
bakteri asam laktat meningkat maka metabolisme asam laktat menjadi asam
propionat ditingkatkan. Konsentr asi asam laktat menurun sehingga pH
rumen lebih stabil. Peningkatan bakteri asam laktat dan konsentrasi asam
propionat lebih besar (24,5 vs 22,8 mM) pada kultur kontinyu yang
di beri ragi di bandingkan dengan kontrol.
Rangkuman mekanisme kultur ragi dalam rumen
ruminansia (sumber: Wina, 1999)
Uraian
sebelumnya memperlihatkan bahwa kultur ragi dapat meningkatkan populasi bakteri
selulolitik dan bakt eri asam laktat dalam rumen. Penjelasan mengenai pengaruh
ragi ini sebenarnya banyak yang belum jelas, apakah ragi itu sendiri yang
menstimulasi bakteri rumen atau nutrien dalam kultur ragi yang memberikan
pengaruh atau sebab lain. Ada tiga hipotesis yang dipaparkan oleh Wallace
(1996) untuk menjelaskan hal ini.
1. Tersedianya vitamin dan mineral
Kultur ragi
dan medium tumbuhnya banyak mengandung nutrien yaitu vitamin, mineral, dan asam
amino. Kontribusi nutrien ini ke dalam rumen tentu dapat menstimulasi
pertumbuhan bakteri. Selain nutrien dalam ragi diidentifikasi
dua komponen yang dapat menstimulasi pertumbuhan
bakteri rumen dalam kultur murni. Komponen yang pertama bersifat tahan panas
sedangkan yang kedua sensitif terhadap panas. Identifikasi lebih lanjut
terhadap sifat kimia dari kedua komponen ini masih berlanjut dan pengaruhnya
terhadap populasi campuran masih harus diuji.
2. Hipotesa asam dikarboksilat
Selain
nutrien dan kedua komponen yang sudah diisolasi, ternyata dalam ekstrak ragi
terdapat asam dikarboksilat yaitu asam malat yang juga menstimulasi pemanfaatan
asam laktat dan mencegah fluktuasi nya pH larutan. Tetapi hipotesa ini agak
disangsikan karena sedikitnya kandungan asam malat ini di dalam ragi (1%) dan
apakah dengan jumlah yang sangat kecil akan memberikan pengaruh yang nyata
dalam menstimulasi pertumbuhan bakteri. Ketika asam malat di ”infus” langsung
ke dalam rumen, ada sedikit peningkatan jumlah bakteri selulolitik tetapi
kecernaan serat tidak meningkat.
3. Hipotesa berkurangnya oksigen
Ada pendapat
yang menyatakan bahwa fungsi yang sangat menguntungkan dari ragi adalah
kemampuannya yang dapat menghilangkan oksigen di dalam rumen. Lebih dari 99%
bakteri rumen bersifat sangat anaerob artinya sedikit saja oksigen masuk ke
dalam rumen dapat merugikan proses fermentasi. Tetapi oksigen tetap masuk ke
dalam rumen selama ternak makan dan ragi mempunyai aktivitas respiratory yang
dapat menghi langkan oksigen. Hal ini akan sangat membantu mempertahankan
kondisi rumen untuk tetap anaerob dan secara tidak langsung memberi kondisi
yang baik untuk bakteri rumen untuk memperbanyak diri.
Dari
hasil-hasil penelitian yang dikumpulkan, hanya ada dua penelitian tentang
pemanfaatan ragi yang sudah dilaporkan di Indonesia dan ada beberapa penelitian
diperguruan tinggi yang saat ini sedang berjalan. Hasil penelitian
invitro dilakukan pada kerbau (Surhayadi et al., 1996) dan pada sapi
penggemukan (Winugroho et al., 1996) memberikan respon yang positif. Hasil yang
sangat positif dari banyak penelitian tentang ragi adalah meningkatnya bakteri
selulolitik dan asam laktat. Ternak ruminansia di Indonesia lebih banyak diberi
kan bahan hijauan dari pada konsentr at sehingga penggunaan ragi dalam pakan
mungkin sangat bermanfaat. Karena ragi lokal banyak digunakan di Indonesia
untuk makanan bermacam-macam, maka studi pengembangan terhadap jenis-jenis ragi
yang cocok untuk ruminansia serta pemanfaatannya untuk meningkatkan
produktivitas ternak ruminansia masih sangat terbuka.
0 komentar:
Post a Comment