Pancasila masih dibutuhkan bangsa Indonesia. Namun,
Pancasila saat ini cenderung hanya menjadi ideologi simbol dan belum menjadi
ideologi yang bekerja. Pancasila saat ini cenderung hanya menjadi simbol
ideologi. Pasca-reformasi, Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi
di tengah kehidupan bangsa yang semakin hiruk-pikuk oleh politik.
Saat ini Pancasila tidak tergambarkan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Padahal dulunya Pancasila itu merupakan jati diri
bangsa Indonesia yang dikenal dengan sikap toleransinya. Hal ini dikarenakan
Pancasila sudah ditinggalkan dan dilupakan oleh masyarakat kita, bahkan dalam
kehidupan sehari-hari pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila nyaris tidak
terdengar lagi di kehidupan masyarakat.
Pasca reformasi Pancasila semakin terpinggirkan karena
didesak reformasi yang menjadikan demokrasi dan HAM sebagai panglima, tanpa
adanya keseimbangan dengan kewajiban kebangsaan. Reformasi juga melahirkan
sistem yang terlelu longgar dan liberal bagi masuknya ideologi yang merusak
nilai-nilai Pancasila. Yang lebih parah, kalangan generasi muda saat ini tidak
diajarkan sejarah Indonesia secara efektif.
Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum Negara.
Namun, di era reformasi ini kita alpa tentang dokumen rujukan yang harus
dipakai sebagai referensi tentang Pancasila. Pancasila hanya diketahui pada
aspek sila-silanya saja tanpa memahami nilai-nilai filsafat yang terkandung di
dalamnya. Akibatnya, Pancasila ditafsirkan secara bebas sesuai dengan kemampuan
pribadi dan selera masing-masing.
Oleh karena itu, dalam rangka memahami kembali nilai-nilai
itu haruslah diawali dengan membangun kesadaran dan berujung pada kesediaan
untuk menerima kembali Pancasila dengan sepenuh hati. Sudah saatnya kita
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam arti yang sebenar-benarnya dan
sejujur-jujurnya. Pancasila masih tetap relevan sampai kapan pun. Pancasila
merupakan hal terpenting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.
Yang dimaksud
jati diri bangsa adalah pandangan hidup yang berkembang didalam masyarakat yang
menjadi kesepakatan bersama, berisi konsep, prinsip, dan nilai dasar yang
diangkat menjadi dasar negara sebagai landasan statis, ideologi nasional, dan
sebagai landasan dinamis bagi bangsa yang bersangkutan dalam menghadapi segala
permasalahan menuju cita-citanya.
Pancasila
menjadi jati diri bangsa Indonesia mengandung arti bahwa Pancasila menjadi ciri
khas bangsa Indonesia yang tidak ditemukan pada bangsa lain. Oleh karena
itu bangsa Indonesia berkewajiban mempertahankan kemurnian Pancasila ditengah
gencarnya arus globalisasi. Selain itu, Pancasila tidak hanya dijadikan pedoman
bangsa, namun harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, agar tetap tegak
berdiri dalam wadah NKRI.
Apabila
menelusuri kurun waktu sejak jaman pra-sejarah hingga bangsa
Indonesia mulai menyadari eksistensi kebangsaannya pada awal abad
20 dan kemudian memperjuangkan kemerdekaan serta membangun kebangsaan dan
kenegaraannya dalam situasi merdeka saat ini maka menunjukkan bahwa
bangsa Indonesia adalah bangsa pemberani dan cerdas sehingga mampu mengarungi
samodra dan menciptakan kepandaian-kepandaian luar biasa. Dari sana dapat
dilihat suatu perkembangan yang menakjubkan dari suatu bangsa. Nenek moyang
yang dengan peralatan sangat sederhana datang dari Asia daratan dan
kepulauan-kepulauan di samodera Pasifik atau lautan Tuduh dengan gagah berani
dan suvive dan kemudian mendiami pulau-pulau yang terletak antara dua
benua Asia dan Australia serta dua samodra yaitu samodra Hindia dan
Lautan Teduh. Bangsa Indonesia
juga dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa tanah air yang kaya
raya, terdiri dari ribuan pulau yang subur dengan bahan tambang dan hasil
lautnya. Dengan sifat kepulauannya berkambang berbagai ragam etnis dan budaya,
sehingga terciptalah suatu bangsa yang kaya akan nilai budaya. Pada jaman
sejarah dengan kedatangan saudara-saudara yang datang dari berbagai
penjuru dunia dengan latar belakang etnis dan budaya masing-masing maka hampir
seluruh unsur budaya di dunia sedikit atau banyak menjadi bagian
dari budaya bangsa Indonesia. Demikian pula seluruh agama-agama besar
dunia sedikit atau banyak dipeluk dan diyakini oleh masyarakat Indonesia
(bhineka).
Namun demikian
dalam kurun waktu tersebut juga merupakan masa perjuangan yang penuh tantangan
dan dinamika untuk menjadi suatu bangsa. Terutama ketika masa
penjajahan oleh bangsa-bangsa Eropa melanda dunia. Walaupun
mereka memperkenalkan nilai-nilai modern hasil penemuan mereka (invention)
yang dapat dianggap sebagai berkah, namun juga merupakan musibah karena tujuan
kedatangan mereka ke Indonesia dan wilayah jajahan lainnya di
seluruh dunia sesuai dengan tingkat "semangat modern"
waktu itu, adalah mengalahkan, menguasai dan mengeksploitasi untuk
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya atas penindasan terhadap
bangsa yang dijajah.
Era
perkembangan awal paham kapitalisme liberal di Eropa dengan diwarnai perlombaan
antar mereka untuk menguasai wilayah di luar benua Eropa dengan semboyan white
man burden. Betapa struktur sosial, ekonomi serta budaya yang
ditinggalkan menjadi beban pembangunan ketika Bangsa Indonesia
memperoleh kemerdekaannya. Kondisi kebhinekaan – multy ethnic and
cultural - nenek moyang yang menjadi sasaran strategi pecah
belah dan kuasai (devide et impera) di mana pemerintah kolonial memang
tidak ingin mempersatukan bangsa Indonesia akan tetapi justru ingin mempertajam
keperbedaan agar mudah dieksploitasi.
Kondisi
demikian dapat dikatakan merupakan bahan dasar
pemikiran para founding fathers Bangsa Indonesia
terutama sejak kebangkitan nasional tahun 1908. Sambil membangun
kecerdasan kolektif dalam upaya membentuk suatu bangsa modern yang
merdeka dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia,
mereka memanfaatkan kesempatan yang sempit pada masa penjajahan
dengan membangun rasa kebersamaan sebagai bangsa terjajah. Mengembangkan
kepandaian secara kritis dengan membaca dan mempelajari ilmu
pengetahuan modern (wetenschap) tentanng kenegaraan melalui proses
pendidikan baik formal maupun nonformal (otodidak). Dari sana disusun konstruksi
dasar kehidupan bersama sebagai suatu bangsa dengan memilah dan memilih
dari berbagai alternatif yang ada dan kemudian diramu (sincreted)
menjadi konsep berdirinya sebuah negara modern.
Kesempatan
memperoleh pendidikan modern mereka gunakan untuk mempelajari tata-cara
bernegara serta ideologi-ideologi modern untuk kemudian diselaraskan,
diserasikan dan diseimbangkan dengan nilai dan cara-cara
tradisional dari nenek moyang. Declaration of Independent Amerika
Serikat, Manifersto Komunist, San Min Cu I, konsep Negara
Islam, ajaran Mahatma Gandhi di India sudah menjadi wacana para founding
fathers. Setelah berdiskusi dan memperdebatkan sekian lama, melalui
kongres pemuda Indonesia di Yogyakarta pada 28 Oktober 1928 dideklarasikan
Sumpah Pemuda Indonesia. 17 tahun kemudia melalui pidato Ir. Sukarno 1 Juni
1945 dalam sidang BPUPKI, suatu sidang atau forum yang oleh Ir. Sukarno disebut
sebagai kawah Candradimuka proses menyusun dasar negara untuk menjadi
sumber dari segala sumber hukum bangsa dan negara Indonesia yang akan didirikan
dan dibangun, disepakati Pancasila sebagai dasar filosofis (Philosofische
grondslag) dan ideologis (Weltanschauung) bangsa dan negara
Indonesia. (Naskah Lahirnya Pancasila, 1945). Kemudian dalam suasana
bulan Ramadhan bagi umat Islam sebagai penduduk mayoritas, ada kesempatan bagi
bangsa Indonesia untuk merdeka pada bulan Agustus 1945. Dengan menyerahnya
Jepang pada sekutu 15 Agustus setelah dua kota besarnya Hiroshima dan Nagasaki
dibom atom, tanpa persetujuan dari pemerintah Jepang pada tanggal 16 Agustus
malam dirumuskan naskah proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia dan pada
tanggal 17 Agustus jam 10 pagi dibacakan naskah tersebut sebagai proklamasi
kemerdekaan bangsa Indonesia dan kemudian pada 18 Agustus disyahkan
Undang-ubdang Dasar 1945.
Hasil
keberanian dan kepandaian menggali serta menyiasati situasi menyusun
filsafat dan ideologi bangsa dan kemudian memproklamasikan kemerdekaan
dari para founding fathers Bangsa Indonesia tersebut ternyata,
seperti juga dengan kemampuan teleologi mereka, bahwa di dalam
mencapai tujuan berbangsa dan bernegara yang tercantum di dalam Pembukaan
UUD 1945 masih perlu perjuangan. Terutama setelah
melalui “jembatan emas” kemerdekaan di mana bangsa
Indonesia akan menghadapi situasi dunia baru pasca perang. Dalam
pidato di depan BPUPKI 1 Juni 1945 Bung Karno mengatakan:
“... tidak ada satu
Weltanschauung dapat menjelma dengan sendirinya, menjadi realiteit dengan
sendirinya. Tidak ada satu weltanschauung dapat menjadi kenyataan,
menjadi realiteit, jika tidak dengan perjuangan! ... Jangan
mengira bahwa dengan berdirinya negara Indonesia Merdeka itu perjoangan kita
telah berakhir. Tidak! Bahkan saya berkata: Di-dalam Indonesia Merdeka itu
perjoangan kita harus berjalan t e r u s, hanya lain sifatnya dengan perjoangan
sekarang (sebelum 1945), lain coraknya. Nanti kita, bersama-sama, sebagai
bangsa yang bersatu padu, berjoang terus menyelenggarakan apa yang kita
cita-citakan di dalam Panca Sila.”
Karena sejak
"lahirnya" landasan ideologi dan konstitusi tersebut
sudah mendapat tantangan dari ideologi-ideologi lain yang sudah ada untuk
diubah atau diganti. Sementara implementasi nilai-nilai Pancasila
mendapat bias dari ideologi-ideologi instan yang ada antara lain liberalisme,
komunisme dan islamisme sedangkan UUD 1945 dengan kelemahannya ternyata
berkecenderungan menciptakan sistem pemerintah otoriter seperti pada era Bung
Karno dan Jendral Suharto. Apabila kondisi-kondisi tersebut tidak dapat diatasi
niscaya akan mempunyai konsekwensi besar terhadap keselamatan Bangsa Indonesia.
Oleh sebab itu kemerdekaan yang diproklamirkan 17 Agustus 1945 sebagai
proses revolusi dari bangsa terjajah menjadi bangsa merdeka masih perlu
perjuangan. Kondisi tersebut bukan suatu yang tidak mungkin karena
Pancasila sebagai dasar falsafah dan ideologi serta UUD 1945 sebagai konstitusi
modern walaupun merupakan hasil perjuangan pemikiran cukup
panjang dan mendalam adalah masih merupakan format di atas kertas.
Sementara itu apa yang telah dan sedang dihayati dan diamalkan masyarakat
Indonesia adalah nilai-nilai budaya dan ideologi yang telah dikondisikan oleh
pemerintah penjajah untuk menjadi bagian dari sistem masyarakat kolonial yang
segregatif dan diskriminatif dan tentunya menjadi “penyakit” (patologis) dan
kendala terhadap proses terbentuknya bangsa Indonesia.
2 komentar:
sangat membantu
semoga kita tetep menjadi masyarakat yang menjujung tinggi pancasila ^^
Post a Comment