Pancasila

Friday, June 21, 2013



Pancasila masih dibutuhkan bangsa Indonesia. Namun, Pancasila saat ini cenderung hanya menjadi ideologi simbol dan belum menjadi ideologi yang bekerja. Pancasila saat ini cenderung hanya menjadi simbol ideologi. Pasca-reformasi, Pancasila seperti tersandar di sebuah lorong sunyi di tengah kehidupan bangsa yang semakin hiruk-pikuk oleh politik.





Saat ini Pancasila tidak tergambarkan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Padahal dulunya Pancasila itu merupakan jati diri bangsa Indonesia yang dikenal dengan sikap toleransinya. Hal ini dikarenakan Pancasila sudah ditinggalkan dan dilupakan oleh masyarakat kita, bahkan dalam kehidupan sehari-hari pemahaman terhadap nilai-nilai Pancasila nyaris tidak terdengar lagi di kehidupan masyarakat.



Pasca reformasi Pancasila semakin terpinggirkan karena didesak reformasi yang menjadikan demokrasi dan HAM sebagai panglima, tanpa adanya keseimbangan dengan kewajiban kebangsaan. Reformasi juga melahirkan sistem yang terlelu longgar dan liberal bagi masuknya ideologi yang merusak nilai-nilai Pancasila. Yang lebih parah, kalangan generasi muda saat ini tidak diajarkan sejarah Indonesia secara efektif.



Pancasila adalah sumber dari segala sumber hukum Negara. Namun, di era reformasi ini kita alpa tentang dokumen rujukan yang harus dipakai sebagai referensi tentang Pancasila. Pancasila hanya diketahui pada aspek sila-silanya saja tanpa memahami nilai-nilai filsafat yang terkandung di dalamnya. Akibatnya, Pancasila ditafsirkan secara bebas sesuai dengan kemampuan pribadi dan selera masing-masing.



Oleh karena itu, dalam rangka memahami kembali nilai-nilai itu haruslah diawali dengan membangun kesadaran dan berujung pada kesediaan untuk menerima kembali Pancasila dengan sepenuh hati. Sudah saatnya kita mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dalam arti yang sebenar-benarnya dan sejujur-jujurnya. Pancasila masih tetap relevan sampai kapan pun. Pancasila merupakan hal terpenting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia.



Yang dimaksud jati diri bangsa adalah pandangan hidup yang berkembang didalam masyarakat yang menjadi kesepakatan bersama, berisi konsep, prinsip, dan nilai dasar yang diangkat menjadi dasar negara sebagai landasan statis, ideologi nasional, dan sebagai landasan dinamis bagi bangsa yang bersangkutan dalam menghadapi segala permasalahan menuju cita-citanya.



Pancasila menjadi jati diri bangsa Indonesia mengandung arti bahwa Pancasila menjadi ciri khas bangsa Indonesia yang tidak ditemukan pada bangsa lain. Oleh karena itu bangsa Indonesia berkewajiban mempertahankan kemurnian Pancasila ditengah gencarnya arus globalisasi. Selain itu, Pancasila tidak hanya dijadikan pedoman bangsa, namun harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, agar tetap tegak berdiri dalam wadah NKRI.



Apabila  menelusuri kurun waktu sejak jaman pra-sejarah hingga  bangsa Indonesia mulai menyadari  eksistensi  kebangsaannya pada awal abad 20 dan kemudian memperjuangkan kemerdekaan  serta membangun kebangsaan dan  kenegaraannya dalam situasi merdeka saat ini maka menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa pemberani dan cerdas sehingga mampu mengarungi samodra dan menciptakan kepandaian-kepandaian luar biasa. Dari sana dapat dilihat suatu perkembangan yang menakjubkan dari suatu bangsa. Nenek moyang yang dengan peralatan sangat sederhana datang  dari Asia daratan dan kepulauan-kepulauan di samodera Pasifik atau lautan Tuduh dengan gagah berani dan suvive dan kemudian  mendiami pulau-pulau yang terletak antara dua benua Asia dan Australia  serta  dua samodra yaitu samodra Hindia dan  Lautan  Teduh.        Bangsa Indonesia juga dikaruniai oleh Tuhan  Yang Maha Esa tanah air yang  kaya  raya, terdiri dari ribuan pulau yang subur dengan bahan tambang dan hasil lautnya. Dengan sifat kepulauannya berkambang berbagai ragam etnis dan budaya, sehingga terciptalah suatu bangsa yang kaya akan nilai budaya. Pada jaman sejarah dengan kedatangan saudara-saudara yang datang dari  berbagai penjuru dunia dengan latar belakang etnis dan budaya masing-masing maka hampir seluruh unsur budaya di dunia sedikit atau banyak  menjadi  bagian dari budaya bangsa Indonesia. Demikian pula  seluruh agama-agama besar dunia sedikit atau  banyak dipeluk dan diyakini oleh masyarakat Indonesia (bhineka).



Namun demikian dalam kurun waktu tersebut juga merupakan masa perjuangan yang penuh tantangan dan dinamika untuk menjadi suatu bangsa. Terutama  ketika  masa  penjajahan oleh bangsa-bangsa  Eropa  melanda dunia. Walaupun mereka memperkenalkan nilai-nilai  modern hasil penemuan mereka (invention) yang dapat dianggap sebagai berkah, namun juga merupakan musibah karena tujuan  kedatangan mereka  ke  Indonesia dan wilayah jajahan lainnya di seluruh dunia sesuai  dengan tingkat "semangat modern" waktu itu, adalah  mengalahkan, menguasai dan mengeksploitasi untuk mendapatkan  keuntungan  sebesar-besarnya atas penindasan terhadap bangsa yang dijajah.



Era perkembangan awal paham kapitalisme liberal di Eropa dengan diwarnai perlombaan antar mereka untuk menguasai wilayah di luar benua Eropa dengan semboyan white man burden. Betapa struktur  sosial, ekonomi serta budaya yang  ditinggalkan menjadi beban pembangunan ketika Bangsa Indonesia  memperoleh kemerdekaannya. Kondisi kebhinekaan – multy ethnic and cultural  -  nenek moyang yang menjadi sasaran strategi pecah belah dan kuasai (devide et impera) di mana pemerintah kolonial memang tidak ingin mempersatukan bangsa Indonesia akan tetapi justru ingin mempertajam keperbedaan agar mudah dieksploitasi.



Kondisi  demikian dapat dikatakan  merupakan  bahan dasar pemikiran  para  founding fathers Bangsa Indonesia terutama sejak kebangkitan nasional  tahun  1908. Sambil membangun kecerdasan kolektif dalam upaya membentuk suatu  bangsa  modern yang  merdeka  dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain  di dunia,  mereka memanfaatkan kesempatan yang sempit  pada masa penjajahan dengan membangun rasa kebersamaan sebagai bangsa terjajah. Mengembangkan kepandaian secara kritis dengan membaca  dan mempelajari ilmu pengetahuan modern (wetenschap) tentanng kenegaraan melalui proses pendidikan baik formal maupun nonformal (otodidak). Dari sana disusun konstruksi dasar kehidupan bersama sebagai suatu bangsa dengan memilah dan memilih dari berbagai alternatif yang ada dan kemudian  diramu  (sincreted)  menjadi konsep berdirinya sebuah negara modern. 



Kesempatan memperoleh pendidikan modern mereka gunakan untuk mempelajari tata-cara bernegara serta ideologi-ideologi  modern untuk kemudian diselaraskan, diserasikan dan diseimbangkan dengan  nilai  dan cara-cara tradisional dari nenek moyang. Declaration of Independent Amerika Serikat, Manifersto Komunist, San Min Cu I, konsep Negara Islam, ajaran Mahatma Gandhi di India sudah menjadi wacana para founding fathers. Setelah berdiskusi dan memperdebatkan sekian lama, melalui kongres pemuda Indonesia di Yogyakarta pada 28 Oktober 1928 dideklarasikan Sumpah Pemuda Indonesia. 17 tahun kemudia melalui pidato Ir. Sukarno 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI, suatu sidang atau forum yang oleh Ir. Sukarno disebut sebagai kawah Candradimuka proses menyusun dasar negara untuk menjadi sumber dari segala sumber hukum bangsa dan negara Indonesia yang akan didirikan dan dibangun, disepakati Pancasila sebagai  dasar filosofis (Philosofische grondslag) dan ideologis (Weltanschauung) bangsa dan negara Indonesia.  (Naskah Lahirnya Pancasila, 1945). Kemudian dalam suasana bulan Ramadhan bagi umat Islam sebagai penduduk mayoritas, ada kesempatan bagi bangsa Indonesia untuk merdeka pada bulan Agustus 1945. Dengan menyerahnya Jepang pada sekutu 15 Agustus setelah dua kota besarnya Hiroshima dan Nagasaki dibom atom, tanpa persetujuan dari pemerintah Jepang pada tanggal 16 Agustus malam dirumuskan naskah proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia dan pada tanggal 17 Agustus jam 10 pagi dibacakan naskah tersebut sebagai proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia dan kemudian pada 18 Agustus disyahkan Undang-ubdang Dasar 1945.



Hasil keberanian dan kepandaian menggali serta menyiasati situasi menyusun filsafat dan ideologi bangsa dan kemudian  memproklamasikan kemerdekaan dari para founding fathers Bangsa Indonesia tersebut  ternyata, seperti juga dengan kemampuan teleologi mereka, bahwa di dalam mencapai tujuan berbangsa dan bernegara yang tercantum di dalam Pembukaan UUD 1945 masih  perlu perjuangan. Terutama setelah melalui “jembatan emas” kemerdekaan di mana bangsa Indonesia akan menghadapi situasi dunia baru pasca perang.   Dalam pidato di depan BPUPKI 1 Juni 1945 Bung Karno mengatakan:



“... tidak ada satu Weltanschauung dapat menjelma dengan sendirinya, menjadi realiteit dengan sendirinya. Tidak ada satu weltanschauung  dapat menjadi kenyataan, menjadi realiteit, jika tidak dengan perjuangan!  ... Jangan mengira bahwa dengan berdirinya negara Indonesia Merdeka itu perjoangan kita telah berakhir. Tidak! Bahkan saya berkata: Di-dalam Indonesia Merdeka itu perjoangan kita harus berjalan t e r u s, hanya lain sifatnya dengan perjoangan sekarang (sebelum 1945), lain coraknya. Nanti kita, bersama-sama, sebagai bangsa yang bersatu padu, berjoang terus menyelenggarakan apa yang kita cita-citakan di dalam Panca Sila.”



Karena sejak "lahirnya" landasan ideologi  dan konstitusi  tersebut sudah mendapat tantangan dari ideologi-ideologi lain yang sudah ada untuk  diubah atau diganti. Sementara implementasi nilai-nilai Pancasila mendapat bias dari ideologi-ideologi instan yang ada antara lain liberalisme, komunisme dan islamisme sedangkan  UUD 1945 dengan kelemahannya ternyata berkecenderungan menciptakan sistem pemerintah otoriter seperti pada era Bung Karno dan Jendral Suharto. Apabila kondisi-kondisi tersebut tidak dapat diatasi niscaya akan mempunyai konsekwensi besar terhadap keselamatan Bangsa Indonesia. Oleh sebab itu  kemerdekaan yang diproklamirkan 17 Agustus 1945 sebagai proses revolusi dari bangsa terjajah menjadi bangsa merdeka masih perlu perjuangan. Kondisi tersebut bukan suatu yang tidak mungkin  karena Pancasila sebagai dasar falsafah dan ideologi serta UUD 1945 sebagai konstitusi modern walaupun merupakan hasil perjuangan pemikiran  cukup panjang dan mendalam adalah masih merupakan  format di  atas kertas. Sementara itu apa yang telah dan  sedang dihayati dan diamalkan masyarakat Indonesia adalah nilai-nilai budaya dan ideologi yang telah dikondisikan oleh pemerintah penjajah untuk menjadi bagian dari sistem masyarakat kolonial yang segregatif dan diskriminatif dan tentunya menjadi “penyakit” (patologis) dan kendala terhadap proses terbentuknya  bangsa Indonesia.

2 komentar:

Yerfej crepej (abd zefri) said...

sangat membantu

Unknown said...

semoga kita tetep menjadi masyarakat yang menjujung tinggi pancasila ^^

Post a Comment